WHAT WE'RE GONNA TALK

Just like in a cafe, we talk about everything. Nothing heavy. Just talk over a cup of coffee.


Saturday, November 20, 2010

Sang Pemimpin

Di Twitter 19 November 2010 Ulil Abshar Abdalla memposting twit yang bunyinya demikian: “Abu Zarr al-Ghifari pernah dilarang Nabi menjadi pemimpin, padahal dia orang saleh dan jujur. Kenapa? Karena terlalu lembek. Poinnya: jadi pemimpin tak cukup hanya jujur, saleh, baik hati. Dia jg harus kompeten dan berani ambil resiko.”

Membaca twit tersebut saya bisa melihat sebuah kebenaran yang bisa saya rasakan untuk bisa menjadi pemimpin yang utuh.

Memang menjadi pemimpin di jaman sekarang dituntut bukan saja sekedar pintar, baik, jujur dan lurus orangnya. Tetapi harus kompeten dan berani mengambil resiko.

Kompeten dalam hal ini adalah mampu untuk bekerja dan memimpin dan juga bisa  melihat ke depan. Mempunyai wawasan dan mengarahkan baik organisasi atau negara yang dipimpinnya. Bekerja sebagai pemimpin adalah bekerja dalam hal yang benar. Hal yang benar disini bukan berarti “bukan hal-hal yang salah”. Mungkin juga yang dikerjakan oleh pemimpin tersebut bukanlah yang salah, tetapi hal-hal yang kurang perlu dan tidak membangun organisasi yang dipimpinnya. Sehingga sang pemimpin bisa nampak amat sibuk setiap harinya dengan aktifitas sono dan sini tetapi semuanya itu tidak membawa dampak kemajuan bagi organisasi atau negara nya. Bahkan yang terjadi malah sebaliknya. Organisasi atau negara yang dipimpinnya malah bertambah merosot kondisinya dan bahkan akhirnya hancur sama sekali.

Berani mengambil resiko, ini juga salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Ini bisa terwujud dalam bentuk keputusan pemimpin yang mengambil keputusan yang berani dan radikal (bisa nyerempet bahaya) tetapi semua untuk kemajuan organisasi atau negara yag dipimpinnya. Berani untuk menghadapi konflik, bukannya menghindari konflik. Mengapa pemimpin harus berani menghadapi konflik? Karena dalam hidup ini kita selalu dihadapkan dengan konflik. Apakah itu konflik yang berskala pribadi atau pun berskala organisasi yang dalam hal ini melibatkan banyak orang. Sehingga penyelesaian sebuah konflik juga adalah tugas sang pemimpin.

Menampilkan atau mengambil sikap dalam situasi tertentu juga bisa menimbulkan konflik dan hal ini juga adalah pengambilan resiko seorang pemimpin. Tidak beraninya seorang pemimpin untuk mengambil sikap hanya karena takut menghadapi konflik akan menjadikan kepemimpinan sang pemimpim menjadi impoten. Sikap semacam ini secara cepat atau lambat akan menghancurkan organisasi atau negara yang dipimpinnya.

Pemimpin yang baik dan saleh tetapi tidak kompeten dan tidak berani mengambil resiko akan menjadikan “mainan” orang banyak. Karena sang pemimpin hanya akan menjadi “penyuka hati banyak orang” atau dalam bahasa Inggrisnya adalah “people pleaser”.

Pemimpin model seperti itu akan menghancurkan banyak organisasi dan banyak negara.

Terima kasih saya kepada Ulil Abshar Abdalla.
-----------------
Artikel ditulis oleh Joseph Pratana untuk Pratana Coffee Talk

2 comments:

  1. artikelnya bagus, pak Pratana. Kesemuanya itu dapat dirangkum secara sederhana yaitu, diperlukan sikap rendah hati & mengerti prioritas untuk menjadi pemimpin yang baik.

    ReplyDelete
  2. "If I could choose.. I want to be an ordinary man, a non important person... If I could choose, I want to be just a simple man... If I could choose, I want to make please everybody... If I could choose, I want to live my own life.. but I couldn't.... - Heart Cry of The Leaders"
    Tulisan ini aku posting di wall facebook.. Menjadi pemimpin, banyak harga yg harus dibayar termasuk di dalamnya adalah kehilangan 'hak untuk memilih.. di posisi inilah justru si pemimpin mengalami ujian bagi dirinya sendiri, apakah menyenangkan dirinya, menyenangkan orang lain ataukah mengabdi pada kebenaran :)

    Good point of view Mr.Pratana :)

    [email protected]

    ReplyDelete